
Api Perlawanan yang Kembali Menyala
Tahun 2025 mencatat salah satu peristiwa politik paling besar di Indonesia setelah reformasi 1998: gelombang demonstrasi mahasiswa yang meluas di berbagai kota besar. Isu utama yang memicu aksi ini adalah tunjangan DPR Rp50 juta per bulan yang dianggap tidak masuk akal, serta penahanan Nadiem Makarim oleh KPK.
Kombinasi kedua isu ini menjadi bahan bakar kemarahan publik. Bagi mahasiswa, keduanya adalah simbol nyata dari masalah mendasar bangsa: ketidakadilan, korupsi, dan lemahnya moral pejabat publik.
Dari Jakarta hingga Makassar, dari Yogyakarta hingga Medan, ribuan mahasiswa turun ke jalan membawa spanduk, megafon, dan semangat perlawanan. Seperti era reformasi, gerakan ini kembali menjadikan kampus sebagai pusat perlawanan.
Latar Belakang Krisis Politik
Demonstrasi 2025 tidak muncul begitu saja. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi:
-
Isu Tunjangan DPR Rp50 Juta
Kebijakan tunjangan hunian Rp50 juta per bulan untuk anggota DPR dianggap mencederai keadilan sosial, apalagi di tengah inflasi dan kesulitan ekonomi rakyat. -
Penahanan Nadiem Makarim
Pendiri Gojek dan mantan Menteri Pendidikan itu ditahan KPK atas dugaan korupsi proyek digitalisasi pendidikan. Bagi mahasiswa, kasus ini mengejutkan sekaligus memicu rasa dikhianati. -
Kekecewaan Lama
Mahasiswa sudah lama kecewa dengan birokrasi yang lamban, korupsi yang merajalela, dan politik yang semakin elitis. -
Kekuatan Media Sosial
Gerakan digital seperti #TolakTunjanganDPR dan #SaveNadiem mempercepat mobilisasi massa, menjadikan isu cepat viral.
Kronologi Demonstrasi
Gelombang aksi mulai muncul pada awal September 2025.
-
2 September: Mahasiswa di Jakarta menggelar aksi simbolis di depan Gedung DPR dengan membawa replika uang mainan bertuliskan “50 Juta Tunjangan Rakyat?”.
-
3 September: Penahanan Nadiem Makarim diumumkan. Mahasiswa Yogyakarta dan Bandung langsung turun ke jalan.
-
4 September: Aksi meluas ke Surabaya, Medan, dan Makassar. Bentrokan terjadi antara aparat dan mahasiswa, menelan korban luka.
-
5 September: Demonstrasi terbesar pecah di Jakarta dengan puluhan ribu mahasiswa mengepung Gedung DPR.
Puncaknya, bentrokan di Senayan menewaskan seorang mahasiswa, Affan Kurniawan, yang kemudian menjadi simbol perjuangan baru.
Tuntutan Mahasiswa
Dalam setiap aksinya, mahasiswa membawa sejumlah tuntutan utama:
-
Cabut Tunjangan DPR Rp50 Juta
Tuntutan paling utama adalah pencabutan tunjangan mewah tersebut. -
Transparansi Kasus Nadiem
Mahasiswa menuntut proses hukum yang adil, tanpa intervensi politik. -
Reformasi Politik dan Hukum
Mahasiswa mendesak reformasi menyeluruh, termasuk pembatasan tunjangan pejabat, perbaikan sistem hukum, dan penguatan KPK. -
Perlindungan Hak Mahasiswa
Menyusul jatuhnya korban jiwa, mahasiswa menuntut jaminan keamanan dalam menyuarakan aspirasi.
Atmosfer Aksi di Lapangan
Demonstrasi mahasiswa 2025 bukan sekadar protes, tetapi juga ajang kreativitas.
-
Poster dan Spanduk: penuh satire, seperti “50 Juta Bisa Beli Skripsi Berapa Bab?” atau “Kita Kuliah Mahal, Mereka Tunjangan Gila”.
-
Chants dan Yel-yel: lagu perjuangan lama seperti Darah Juang kembali menggema, dicampur dengan kreasi baru khas Gen Z.
-
Tindakan Simbolik: mahasiswa di Bandung membawa peti mati bertuliskan “Mati Nurani DPR”.
Di media sosial, ribuan konten video dari aksi tersebar cepat, membuat dukungan publik semakin besar.
Respon Pemerintah
Pemerintah awalnya mencoba meredam dengan pernyataan bahwa tunjangan Rp50 juta masih dalam tahap pembahasan. Namun, setelah gelombang protes makin membesar, Presiden Prabowo akhirnya mencabut kebijakan tersebut.
Meski demikian, pencabutan tidak langsung meredam aksi. Mahasiswa menilai pencabutan hanya solusi sementara, bukan jawaban atas masalah sistemik.
Kementerian Dalam Negeri bahkan sempat meminta kampus membatasi aktivitas politik mahasiswa, tetapi hal ini justru memicu perlawanan lebih besar.
Dampak Politik Nasional
Gelombang demonstrasi mahasiswa 2025 membawa dampak signifikan:
-
Turunnya Kepercayaan Publik
Survei cepat menunjukkan kepercayaan publik pada DPR anjlok drastis. -
Meningkatnya Tekanan pada Pemerintah
Presiden dan partai politik terpaksa membuka wacana reformasi tunjangan pejabat. -
Bangkitnya Aktivisme Mahasiswa
Gerakan mahasiswa yang sempat lesu kini bangkit kembali, menjadi aktor utama dalam dinamika politik nasional. -
Dampak Internasional
Media asing menyoroti kerusuhan di Indonesia, terutama kasus tewasnya mahasiswa. Hal ini memengaruhi citra Indonesia di dunia internasional.
Perbandingan dengan 1998
Banyak pihak membandingkan demonstrasi mahasiswa 2025 dengan reformasi 1998. Meski konteks berbeda, ada kesamaan: mahasiswa menjadi suara nurani rakyat ketika elit politik dinilai gagal.
Namun, ada juga perbedaan penting:
-
1998: fokus pada kejatuhan rezim Orde Baru.
-
2025: fokus pada isu transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sosial.
Era digital membuat gerakan 2025 lebih cepat dalam mobilisasi, dengan media sosial sebagai senjata utama.
Masa Depan Gerakan Mahasiswa
Pertanyaan besar: apakah demonstrasi mahasiswa 2025 akan berakhir hanya sebagai letupan sesaat, atau menjadi awal reformasi baru?
Banyak analis melihat gerakan ini punya potensi jangka panjang jika bisa menjaga konsistensi. Tantangannya adalah bagaimana mahasiswa bisa menyusun agenda konkret dan membangun aliansi dengan masyarakat sipil lebih luas.
Jika berhasil, gerakan ini bisa menjadi katalis reformasi politik dan hukum. Namun jika gagal, ia berisiko terjebak menjadi euforia sesaat yang tidak membawa perubahan nyata.
Kesimpulan: Perlawanan Generasi Baru
Demonstrasi Mahasiswa 2025 adalah bukti bahwa idealisme mahasiswa tidak pernah mati. Dari isu tunjangan DPR hingga kasus Nadiem, mahasiswa berdiri di garis depan memperjuangkan keadilan.
Mereka mungkin berbeda generasi dengan mahasiswa 1998, tetapi semangatnya sama: menolak ketidakadilan, melawan korupsi, dan menuntut perubahan.
Sejarah menunjukkan bahwa suara mahasiswa selalu menjadi pengingat bagi penguasa. Tahun 2025 sekali lagi membuktikan, ketika politik elitis gagal, mahasiswa hadir sebagai suara rakyat.
Referensi: